REFLEKSI HUT SATPOL PP KE-74 TAHUN “WUJUDKAN INDONESIA TERTIB DALAM KERANGKA HUMANISME”

Artikel Berita dan Informasi

OPINI

Penulis: Rizky Anugrah Perdana, S.H.

Profesi: Polisi Pamong Praja Ahli Pertama Kabupaten Belitung

REFLEKSI HUT SATPOL PP KE-74 TAHUN

“WUJUDKAN INDONESIA TERTIB DALAM KERANGKA HUMANISME”

Tanggal 03 Maret 1950 melalui Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : UP.32/2/21 Tahun 1950 dibentuk Kesatuan Polisi Pamong Praja untuk tiap – tiap Kapanewonan di Wilayah Pulau Jawa dan Madura dengan Formasi : 1 Manteri Polisi, 5 Calon Agen Polisi Pamong Praja dan 5 Pembantu Keamanan. Meskipun secara definitif keberadaan kelembagaan Polisi Pamong Praja dan telah beberapa kali mengalami perubahan baik struktur organisasi maupun Nomenklatur, namun secara subtansi tugas pokok Satuan Polisi Pamong Praja tidak mengalami perubahan yang berarti.

Indonesia sebagai Negara Hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam hal ini melalui Pasal 255 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah memberikan mandat yang besar kepada Satuan Polisi Pamong Praja yaitu untuk menegakkan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, menyelenggarakan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat, serta menyelenggarakan Pelindungan Masyarakat. Sebagai penegak hukum sipil yang dibentuk dalam sebuah kesatuan (semi militer), tentu dalam pelaksanaannya diwarnai berbagai macam hambatan seperti konflik terhadap masyarakat yang melakukan pelanggaran dan bahkan hari-hari ini hampir di setiap kelompok masyarakat terbangun sebuah stigma negatif bahwa Satuan Polisi Pamong Praja adalah musuh dari masyarakat kecil terutama pedagang kaki lima.

Konflik dan kericuhan hampir mewarnai setiap penindakan yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja di kota-kota besar di Indonesia salah satu yang terparah yaitu Peristiwa Koja Berdarah di bulan April 2010 yang menelan korban tewas 3 (tiga) orang anggota Satuan Polisi Pamong Praja dan ratusan lainnya luka-luka.

(https://megapolitan.kompas.com/read/2021/04/20/11302411/koja-berdarah ketika-3-tewas-dan-ratusan-luka-luka-dalam-konflik-makam?page=all)

Terlepas dari unsur-unsur yang melatarbelakangi konflik tersebut, yang perlu digarisbawahi adalah tingkat potensi konflik yang tinggi dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya menjadikan Satuan Polisi Pamong Praja memiliki citra yang negatif dan cenderung dianggap sebagai musuh di masyarakat. Bahkan stigma di masyarakat kesan pertamanya ketika diberikan pertanyaan deskripsi Satuan Polisi Pamong Praja justru lebih dikenal sebagai tukang gusur dibandingkan sebagai Penegak Perda, Penyelenggara Ketertiban Umum Ketentraman Masyarakat atau Pelindung Masyarakat. Stigma Negatif ini juga dilatarbelakangi oleh oknum-oknum Satuan Polisi Pamong Praja yang melakukan penindakan secara arogan dan tidak mengedapankan Hak Asasi Manusia dan nilai- nilai Humanisme.

Humanisme dalam penegakan memang menjadi tuntutan yang besar bagi sorang penegak hukum. Pelanggar yang salah dan ngeyel bersikeras melawan, situasi lapangan yang cepat berubah serta tensi tinggi yang mewarnai penindakan bisa menjadi pemicu aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan yang mengenyampingkan nilai humanisme yang kemudian menjadi potensi konflik. Terkadang yang dihadapi aparat adalah pedagang yang mencari nafkah namun sudah berpuluh tahun melanggar sehingga merasa apa yang dilakukan sudah benar.

Dengan bertambahnya usia Satuan Polisi Pamong Praja yang ke-74 diharapkan kedepannya mampu untuk menjunjung lebih tinggi Hak Asasi Manusia dan Nilai-Nilai Humanisme dalam melakukan penindakan. Dengan cara didukung regulasi terbaru serta memperbaiki pola komunikasi kepada masyarakat di lapangan. Meningkatkan kapasitas anggota melalui pendidikan dan latihan yang terstruktur dan sistematis adalah kunci utama untuk melakukan perubahan di masa depan. Satuan Polisi Pamong Praja juga harus meningkatkan standar Sumber Daya Manusia yang tinggi untuk membangun kembali stigma masyarakat yang sudah terlanjur buruk.

Citra buruk di masa lalu biarlah berlalu, kedepannya harus lebih dipahami bahwa konsep penindakan Satuan Polisi  Pamong Praja bukan dengan penindakan arogan dan tidak mengedepankan Hak Asasi Manusia serta nilai Humanisme, melainkan menekankan pada penindakan preventif melalui pembinaan dan penyuluhan yang mengikuti perkembangan zaman dan teknologi. Adapun penindakan represif tetap menjadi opsi namun menjadi ultimum remidium terhadap pelanggar yang sudah berulang kali melanggar. Selamat memperingati Hari Ulang Tahun  Satuan Polisi Pamong Praja Ke-74 untuk seluruh rekan Praja Wibawa di seluruh Indonesia. Mari kita wujudkan “Indonesia Tertib dalam Kerangka Humanisme”

Sumber:

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah sebagaimana diubah menjadi Undang-undang (UU) Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
  3. https://megapolitan.kompas.com/read/2021/04/20/11302411/kojaberdarah-ketika-3-tewas-dan-ratusan-luka-luka-dalam-konflik-makam?page=all

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *